Mekah-Madinah Hari-1: Kupenuhi Panggilan-Mu, Ya Allah… (2)

Kita dan rombongan tiba di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah, sekitar pukul 18.00 waktu setempat (di Indonesia mungkin sekitar pukul 22.00). Setelah sholat Maghrib di bandara, rombongan bersiap naik bus menuju kota Mekah. Perjalanan Jeddah—Mekah memakan waktu sekitar 5 jam. Sepanjang perjalanan di dalam bus, usai makan malam, brifing, dan melantunkan kalimat-kalimat talbiyah, rombongan sempat diberi kesempatan untuk istirahat (tidur) sejenak. Pasalnya, sesampainya di Mekah nanti, usai membagi kamar hotel dan meletakkan barang-barang, rombongan akan langsung berangkat ke Masjidil Haram dan melaksanakan ibadah umroh. Allah memang selalu mempermudah segala perjalanan ini. Kami langsung tertidur pulas sesaat lampu bus dipadamkan. Namun, saat lampu bus dinyalakan, kami yang terbangun mendadak itu sama sekali tidak merasa kaget atau pusing. Tubuh kami bahkan terasa lebih sehat dan kuat. Semangat kami semakin besar. Apalagi ketika bentangan kota Mekah sudah sukses berada di depan mata.

Kami sampai hotel sekitar pukul 23.00 waktu setempat. Pembagian kamar hotel berlangsung cepat dan tertib. Alhamdulillah ibu-bapak-adik-saya berada dalam satu kamar hotel di lantai 6. Usai meletakkan beberapa barang tentengan ke kamar, kami kembali ke lobi untuk segera berangkat ke Masjidil Haram yang letaknya tidak jauh dari hotel tempat kami menginap.

Hanya butuh waktu sekitar 5 menit berjalan kaki untuk mencapai Masjidil Haram. Meskipun demikian, medan jalannya cukup berat. Menurun saat berangkat dan menanjak saat pulang. Sepanjang perjalanan kalimat talbiyah selalu dilantunkan. Meskipun sudah larut malam, suasana di sana sama sekali tidak berbeda, tetap saja ramai. Semakin malam, semakin banyak pula orang yang datang. Saat itu pemandangan ‘lucu’ itu pun tampak. Orang bule pakai baju ihram. Serius, bule macam bintang film Hollywood! Bener-bener deh, ihram itu adalah saat-saat ketika tidak ada perbedaan di antara semua orang. Mau kulit putih, cokelat, bahkan hitam sekali pun, pakaiannya sama semua, ihram putih-putih. Istimewanya, ihrom juga menjadi saat-saat ketika kita benar-benar menjadi ‘diri kita sendiri’. Maksudnya, tidak ada kosmetik (tidak peduli cantik-jelek semua tetap kelihatan cantik dengan balutan air wudhu), tidak ada wewangian (tidak peduli wangi-bau semua tetap terlihat segar dengan semangat taqwa), tidak ada baju bagus (tidak peduli kain apa pun yang dipakai semua tetap terlihat putih bersih).

Ihram itu seakan bukti bahwa semua manusia memang sama derajatnya di hadapan Allah…

Masjidil Haram tampak depan. Terlihat sedang ada pembangunan dan renovasi masjid.
Masjidil Haram tampak depan. Terlihat sedang ada pembangunan dan renovasi masjid.

Beberapa detik sebelum ibadah umroh. Di depan Masjidil Haram. Deg-degan, senang, grogi, semangat, takut, nggak sabar, semua campur menjadi satu. Benar-benar perasaan yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Perjalanan dari halaman depan Masjidil Haram menuju Ka’bah untuk melakukan thawaf menjadi saat-saat yang campur aduk antara menegangkan sekaligus membahagiakan.

Ka'bah dari salah satu sudut. Foto diambil oleh @rizkysafe dari salah satu area shalat di sekitar Ka'bah. Jamaah thawaf saat itu tidak terlalu padat.
Ka’bah dari salah satu sudut. Foto diambil oleh @rizkysafe dari salah satu area shalat di sekitar Ka’bah. Jamaah thawaf saat itu tidak terlalu padat.

Saya, orang yang tidak biasa menangis di hadapan banyak orang, entah mengapa saat itu refleks saja menitikkan air mata begitu lensa mata ini menangkap pertama kali wujud bangunan kubus-hitam itu. Kenapa saya harus menitikkan air mata? Bukankah bangunan itu sudah sering dilihat di balik layar kaca? Bukankah bangunan itu sudah biasa saya hadapkan setiap sholat? Kenapa harus menangis? Entahlah. Lalu tetiba saya jadi terpikir. Jika melihat Ka’bah saja perasaannya sudah campur aduk seperti ini, lalu bagaimana jika bertemu Rasulullah? Bagaimana jika menghadap Allah? T_T

Itu adalah salah satu masa paling membahagiakan dalam hidup saya. Thawaf dengan mengitari Ka’bah 7 putaran, melambai dan ‘mencium’ hajar aswad dari jauh, melantunkan doa-doa dan asma Allah sepanjang jalan, sungguh masa-masa yang paling membahagiakan. Dorongan orang-orang bertubuh besar, kaki yang terinjak-injak, badan yang ‘remuk’ digencet banyak orang, semuanya tidak terasa. Tidak peduli…

Usai thawaf 7 putaran Ka’bah, kami mencari tempat untuk berdoa sejenak menghadap Ka’bah dengan dipimpin oleh seorang Muthawif. Lagi-lagi air mata ini refleks turun dengan sendirinya. Dan lagi-lagi saya juga tidak tahu penyebab pastinya. Padahal saat itu hanya ada perasaan damai, tentram, dan bahagia, tetapi kenapa harus menangis? Entahlah… Usai berdoa, kita sholat 2 rokaat. Sholat ini afdholnya memang dilakukan di Hijir Ismail, salah satu tempat di bagian muka Ka’bah, tetapi karena keadaan tidak memungkinkan, sholat pun boleh dilakukan di mana saja asalkan masih berada di dalam Masjidil Haram. Rokaat pertama membaca Al-Fatihah dan Al-Kafirun, sedangkan rokaat kedua membaca Al-Fatihah dan Al-Ikhlas.

Rangkaian selanjutnya setelah thawaf adalah sa’i. Sebelum sa’i, mampir dulu di sumur zam-zam dan meminum segelas zam-zam. Rasanya minum zam-zam setelah memutari Ka’bah itu… benar-benar menyegarkan! Apalagi air zam-zam yang disediakan juga dingin dan segar sehingga badan ini terasa langsung kembali pulih usai ‘lelah’ thawaf (sebenarnya saat itu lelahnya juga nggak terlalu terasa).

Sayangnya, momen ini sering salah dimanfaatkan. Bukannya minum, air zam-zam yang diambil malah dipakai juga untuk membasuh tubuh. Nggak masalah sih, suka-suka aja mau diapain tuh zam-zam, tapi ingat ya, ini masih dalam kondisi ihram. Sayang banget karena saat itu saya sempat melihat sekumpulan ibu yang mengangkat roknya dan membasuh kakinya dengan zam-zam. Wallahu a’lam, mungkin beliau lupa atau tidak tahu, tetapi waktu itu juga sudah sempat diingatkan. Emang seger banget sih, membasuh air zam-zam ke tubuh (saya sempat membasahi muka dengan sedikit zam-zam juga biar lebih ‘seger’), tapi jangan lupa untuk tetap selalu menjaga aurat, terlebih saat masih dalam kondisi ihram. (Cerita ini hanya sekadar sebagai pelajaran dan pengingat untuk saya dan siapa pun yang membaca, tanpa bermaksud ‘merendahkan’ siapa pun).

Safa Start. Tempat awal Sa'i dari Bukit Safa ke Bukit Marwah (@rizkysafe).
Safa Start. Tempat awal Sa’i dari Bukit Safa ke Bukit Marwah (@rizkysafe).

Sa’i adalah berjalan bolak-balik dari bukit Safa menuju bukit Marwah sebanyak 7 kali. Riwayatnya, waktu itu Siti Hajar dan Ismail baru saja ‘ditinggal’ Nabi Ibrahim pergi. Nabi Ismail yang masih bayi menangis kehausan. Saat itu Siti Hajar meletakkan sejenak Nabi Ismail, dan berjalan bolak-balik dari bukit Safa menuju bukit Marwah sebanyak 7 kali untuk mencari sumber mata air. Atas kuasa Allah, sumber mata air justru keluar dari hentakan kaki Nabi Ismail yang sekarang dikenal dengan sumur zam-zam. Setelah merasakan sendiri sa’i alias jalan bolak-balik dari bukit Safa—Marwah 7 kali, saya jadi tahu betapa ‘menderitanya’ Siti Hajar waktu itu. Jujur saat menjelang akhir sa’i itu saya mulai merasa lelah dan kaki terasa sakit. Bayangkan, Siti Hajar saat itu berjalan di padang pasir yang panas dan gersang, sementara saya hanya berjalan di lantai dingin dengan pendingin yang sejuk. Kaki saya saat itu mungkin kedinginan dan mati rasa oleh lantai masjid yang dingin (padahal udah pakai kaos kaki tebel, lho), tetapi bagaimana dengan kaki Siti Hajar waktu itu? Lalu jika melihat posisi sumur zam-zam itu dengan bukit Safa—Marwah, ya Allah… rejeki memang tidak terduga dari mana datangnya! Letak sumur itu sangat dekat dengan bukit Safa, tempat pertama kali memulai sa’i. Bayangkan saja dan coba persepsikan sendiri.

Salah satu sudut area Safa--Marwah. Saat sa'i, jamaah laki-laki akan berlari-lari kecil saat melewati area dengan lampu hijau di atas.
Salah satu sudut area Safa–Marwah. Saat sa’i, jamaah laki-laki akan berlari-lari kecil saat melewati area dengan lampu hijau di atas.

Setelah sa’i, rangkaian selanjutnya adalah tahalul atau memotong rambut, minimal 3 helai. Saat tahalul ini juga tetap harus memperhatikan aurat, ya? Rambut perempuan harus dipotong oleh muhrimnya, bisa suami, ayah, ibu, atau jamaah wanita lainnya, tanpa menanggalkan kerudung. Caranya bisa dengan mencari dan meraba terlebih dahulu rambut yang akan dipotong, kemudian tangan yang memegang gunting ditempatkan di balik kerudung sambil memotong rambut tersebut. Daaan… akhirnya rangkaian umroh pun selesai 🙂

Oh ya, harus diperhatikan juga kalau sebelum umroh (memulai thawaf) kita harus dalam keadaan suci (sudah berwudhu). Thawaf hukumnya wajib untuk suci dari hadast besar maupun kecil. Jika saat thawaf tiba-tiba buang angin, misalnya, hentikan dulu thawafnya, ambil wudhu, kemudian lanjutkan thawaf kembali sesuai hitungan putaran yang ditinggalkan tadi. Sementara itu, sa’i tidak harus dalam keadaan berwudhu. Artinya, jika saat sa’i kemudian wudhunya batal, tidak masalah. Lanjutkan saja sa’i-nya. Masalahnya adalah… toilet dan tempat wudhu di Masjidil Haram itu jauuuuuh… sekali. Entah karena saya yang belum tahu atau memang lokasinya yang jauh, tapi toilet yang saya tahu adalah di luar area masjid, tepatnya di ‘ruang bawah tanah’. Jadi, sebisa mungkin jika tidak ingin terpisah dari rombongan, saat thawaf jangan sampai batal wudhunya.

Rangkaian ibadah umroh hari itu berakhir sekitar pukul 01.00 waktu setempat (dan suasana masjid tetep saja ramai; saya sampai lupa kalau ini sudah tengah malam). Kembali ke hotel, bersih-bersih, rapi-rapi, mungkin membutuhkan waktu sekitar satu jam. Sekitar pukul 02.00 waktu setempat kita tidur dan beristirahat. Alhamdulillah hotel tempat kami menginap sangat nyaman. Meskipun AC-nya mati, nggak ngaruh juga karena udara di sana sudah cukup dingin. Mungkin hanya butuh waktu 3 menit saja sejak merebahkan diri di kasur hingga terlelap ke alam mimpi.

Hari ini terasa panjang. Hari ini terasa lelah. Namun bahagia…

Bersambung…

(Foto-foto di atas diambil bukan saat ibadah umroh sedang berlangsung, melainkan dalam perjalanan pulang setelah umroh selesai atau pada hari-hari selanjutnya saat mengunjungi Masjidil Haram. Selama ibadah umroh berlangsung [miqot hingga tahalul], sebaiknya fokuskan hanya untuk ibadah, bukan untuk kegiatan-kegiatan yang lain.)

Author: estEtika

A secret makes a woman woman

Leave a comment