Anak Jalanan dan Peran Ulama Mengatasinya

Masalah anak jalanan rasanya tak pernah tuntas dari daftar masalah yang ada di Indonesia. Bahkan jumlah anak jalanan di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal yang paling mengenaskan adalah mengapa itu semua terjadi pada anak-anak yang nota bene-nya mempunyai peran sebagai generasi penerus yang akan memegang amanah untuk negara? Hal inilah yang perlu menjadi pemikiran kita semua untuk majunya bangsa kita. Ulama atau pemuka agama yang dapat dikatakan sebagai seseorang yang ditinggikan, sebenarnya juga mempunyai peran yang cukup besar menanggapi masalah ini. Kemudian akan muncul pertanyaan apa saja peran ulama terkait kasus ini dan bagaimana ulama berupaya untuk menanggulangi kasus ini?


Sebelum membahas tentang peran dan upaya dari ulama menanggapi kasus anak jalanan ini, sebaiknya kita mengetahui lebih dalam lagi perihal anak jalanan. Dewasa ini, pertumbuhan anak jalanan di Indonesia semakin meningkat, terutama di kota-kota besar. Jakarta adalah salah satu contoh, di mana kita akan sangat sering dan sangat mudah menemukan anak jalanan. Anak jalanan itu hamper sering kita temui di tempat umum, seperti perempatan lampu merah, stasiun kereta api, terminal, pasar, pertokoan, dan bahkan pinggiran mall dan bioskop. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa biasanya kegiatan anak jalanan itu dikoordinir oleh kelompok sindikat yang rapid an profesional. Setiap anggota kelompok mempunyai tugas yang berbeda-beda. Ada yang melakukan mapping tempat, ada yang mengatur antar-jemput, dan sebagainya. sindikat ini mengeksploitasi anak-anak dan menjadikan mereka sebagai lading bisnis.

Sebagian besar anak jalanan ini berasal dari keluarga miskin dan tertinggal, yang tidak mempunyai kemampuan untuk memberdayakan diri, sehingga rentan terhadap kekerasan, eksploitasi, penyimpangan seksual, perdagangan anak, dan lain-lain. Menurut laporan Departemen Sosial (Depsos) RI tahun 2004, sebanyak 3.308.642 anak Indonesia termasuk ke dalam katagori anak terlantar.

Tak dapat dipungkiri, bahwa anak jalanan belakangan ini telah menjadi suatu fenomena sosial yang sangat mengkhawatirkan dalam kehidupan masyarakat di kota besar. Kehadiran mereka sering kali dianggap sebagai cermin kemiskinan negara. Di mata sebagian masyarakat, keberadaan anak jalanan dianggap sebagai “limbah” kota yang harus disingkirkan. Namun, siapa yang ingin menjadi anak jalanan? Tak satu pun dari mereka yang menginginkan dirinya menjadi anak jalanan. Bahkan mereka mungkin sering kali bertanya, mengapa ia dilahirkan sebagai anak jalanan, sebagai orang miskin, sebagai orang susah. Jika mereka menuntut keadilan, menuntut keadilan kepada siapa? Siapa yang peduli terhadap nasib mereka?

Kemudian, menindak lanjuti gencarnya pemberitaan mengenai kasus permasalahan anak akhir – akhir ini, kementerian Sosial  di bawah Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial (Direktorat Pelayanan Sosial Anak) mengadakan  sebuah seminar mengenai  pengembangan sistem Manajemen Kasus dan prosedur penempatan anak berbasis keluarga. Seminar yang dipimpin Direktur Pelayanan Sosial Anak, Kementerian sosial Harry Hikmat ini, melibatkan jajaran Dinas Sosial Propinsi,  LSM Pemerhati anak, Tim Reaksi Cepat dan wartawan media cetak maupun elektronik  sebagai kajian dan promosi program tentang penanggulangan anak dalam segala kasus.

Dalam arahannya Harry Hikmat mengatakan,  dengan tema “Upaya Meningkatakan Kualitas Pelayanan Anak Demi Mensejahterakan Masa Depannya“, maka tren penelantaran, kekerasan terhadap kasus permasalahan anak ini dapat terealisasi atau mendapatkan solusi terbaik melalui peran serta peserta lembaga terkait,  untuk  menurunkan tingginya soal  kasus ini. Oleh karena itu, dalam menangani permalahan anak ini dapat dilakukan dengan jaringan yang tepat, dalam upaya mencapai hak hak anak.

Direktur Anak Kmentrian sosial Harry Hikmat, lebih jauh menjelaskan,  program seminar manajemen kasus ini, bertujuan untuk meng-komprehensivitaskan pelayanan kepada anak yang membutuhkan perhatian khusus dan perlindungan,  dengan mengedepankan pada kebutuhan dasar anak,  sehingga mereka memperoleh kesempatan yang sama dalam pola perlindungan dan pengasuhan. Oleh karena itu, menurut DOKTOR Harry Hikmat, peran lembaga pemerintah, Orsos dan LSM saat ini sangat diharapkan, agar mampu memberikan kontribusi dalam mengatasi permasalahan – permasalahan anak.  Karena hampir sepanjang tahun ini pula, tantangan dan penderitaan yang dialami anak-anak masih belum berakhir.

Sementara itu Hendrik mewakili salah satu LSM mengatakan, pemerintah dalam hal ini departemen sosial yang kini menjadi Kementerian Sosial RI ini, dalam menangani kasus anak terlantar dan kasus lainnya harus  duduk bersama dengan instansi terkait, dan ini sangat penting dilakukan. Lebih jauh Hendrik mengatakan, “Kekerasan terhadap anak, baik kekerasan fisik, psikis, dan seksual, masih menjadi fakta – yang nyata, dan tidak tersembunyikan lagi.  Untuk itu, penanggulangannya perlu disegerakan,  sesuai secara yuridis formal, yaitu  perintah melindungi anak-anak dari kekerasan sesuai amanat UU Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak.” Bahkan, Pasal 28B ayat 2 UUD 1945, secara eksplisit disebutkan, Negara  menjamin perlindungan anak dari kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.

Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana termuat dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945. Program-program pembangunan yang dilaksanakan selama ini juga selalu memberikan perhatian besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun masalah kemiskinan sampai saat ini terus-menerus menjadi masalah yang berkepanjangan.

Berkaitan dengan penerapan otonomi daerah sejak tahun 2001, data dan informasi kemiskinan yang ada sekarang perlu dicermati lebih lanjut, terutama terhadap manfaatnya untuk perencanaan lokal. Strategi untuk mengatasi krisis kemiskinan tidak dapat lagi dilihat dari satu dimensi saja (pendekatan ekonomi), tetapi memerlukan diagnosa yang lengkap dan menyeluruh (sistemik) terhadap semua aspek yang menyebabkan kemiskinan secara lokal. Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai nation state. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas.

Anak terlantar identik dengan kemiskinan sehingga bertambahnya populasi mereka dapat menjadi indikator bertambahnya keluarga miskin. Kemiskinan memunculkan gelandangan dan pengemis, mereka menjadikan tempat apapun sebagai arena hidup termasuk pasar, kolong jembatan, trotoar ataupun ruang terbuka yang ada.

Penanganan anak, seperti anak terlantar  sering  dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak  bertanggung jawab. Sementara anak jalanan berhak untuk  hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar, sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Maka pada Rabu, 13 Januari 2010  Puspiptek bekerjasama dengan Komisi Perlindungan Anak Terlantar, Gelandangan dan Pengemis (KPAG) Kota Tangerang Selatan mengadakan seminar nasional “Upaya Penanggulangan Anak Terlantar, Gelandangan dan Pengemis” dalam Perspektif Pemerintah Pusat dan Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Sebagai pembicara pada acara tersebut adalah Rini Handayani dari Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan topik Kebijakan Kesejahteraan Dan Perlindungan Anak Dalam Penanggulangan Anak Terlantar Gelandangan Dan Pengemis, Listya Windyarti dari Dinas  Sosial Tangerang Selatan dengan topik Penanggulangan  Anak Jalanan dan Gepeng, dan selaku moderator pada acara tersebut Ali Syahbana, Ketua I KPAG Tangerang Selatan. Acara dihadiri oleh Asisten Deputi Penyandang Cacat dan Lansia Menko Kesra, Kepala Bidang Advokasi Fasilitasi Masalah Sosial Anak, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak, Asisten Daerah (ASDA III) Propinsi Banten, Wali Kota Tangerang Selatan, Kepala Dinas Kesehatan Tangerang Selatan, Kepala Dinas Pendidikan Tangerang Selatan serta Kepala Bidang Kerjasama dan Pemasaran Puspiptek.

Kemudian akan muncul pertanyaan, sebenarnya apa yang mengindikasi seseorang dikatakan sebagai masuk katagori miskin? Adapun syarat yang disebut sebagai variabel kemiskinan adalah sebagai berikut :

  1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 meter persegi untuk masing-masing anggota keluarga.
  2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah, bambu, kayu berkualitas rendah.
  3. Jenis dinding bangunan tempat tinggal terbuat dari bambu, rumbia, kayu berkualitas rendah.
  4. Fasilitas jamban tidak ada, atau ada tetapi dimiliki secara bersama-sama dengan keluarga lain.
  5. Sumber air untuk minum/memasak berasal dari sumur/mata air tak terlindung, air sungai, danau, atau air hujan.
  6. Sumber penerangan di rumah bukan listrik.
  7. Bahan bakar yang digunakan memasak berasal dari kayu bakar, arang, atau minyak tanah.
  8. Dalam seminggu tidak pernah mengonsumsi daging, susu, atau hanya sekali dalam seminggu.
  9. Dalam setahun paling tidak hanya mampu membeli pakaian baru satu stel.
  10. Makan dalam sehari hanya satu kali atau dua kali.
  11. Tidak mampu membayar anggota keluarga berobat ke puskesmas atau poliklinik.
  12. Pekerjaan utama kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan setengah hektare, buruh tani, kuli bangunan, tukang batu, tukang becak, pemulung, atau pekerja informal lainnya dengan pendapatan maksimal Rp 600.000,- per bulan.
  13. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan kepala rumah tangga bersangkutan tidak lebih dari SD.
  14. Tidak memiliki harta senilai Rp 500.000,- seperti tabungan, perhiasan emas, TV berwarna, ternak, sepeda motor [kredit/non-kredit], kapal motor, tanah, atau barang modal lainnya.

Tentu saja, disamping syarat-syarat standar di atas, masih diperlukan syarat tambahan, yaitu misalnya tidak punya KTP untuk mencairkan dana BLT.  Lalu lurah atau kades setempat akan bilang, “Mereka kan bukan penduduk kita, bukan warga kita…, jadi nggak bisa dapat bantuan langsung tunai”.  Sedangkan mereka itu, jangankan punya KTP, untuk tidur atau memasak saja tidak punya.  Mereka penduduk sampah dan liar.  Mereka layak diberitakan, layak dikasihani, tapi sama sekali tidak layak dibantu dan tidak bisa dibantu karena tidak memenuhi syarat.

Jadi, birokrat Pemerintah seharusnya memohon maaf sebesar-besarnya kepada anak terlantar dan gelandangan karena tidak bisa membantu.  Sebabnya satu saja : Syarat miskin tidak terpenuhi.

Itulah bedanya pendekatan Agama Islam dengan Pemerintah.  Agama melihat dari sisi kemanusiaan sedangkan birokrasi melihat dari segi-segi legal formal.  Jadi pantaslah jika di negeri ini, terutama di kota-kota besar Pulau Jawa, kesuburan anak terlantar tidak berhasil dibasmi sampai ke akar-akarnya karena Pemerintah tidak mampu melihat dengan hati.  Karena anggaran dari pajak orang mampu tidak berhasil diteteskan dan ditetaskan untuk menghilangkan keterlantaran mereka dari segala deritanya.

Jadi, kalau benar pemerintah mencanangkan untuk memberantas kemiskinan dan keterlantaran, mengapa tidak menghapuskan dan memberikan bantuan habis-habisan dari kemiskinan yang paling mendasar terlebih dahulu, tidak memiliki apapun juga bahkan untuk memelihara dirinya sendiri.  Berapa banyak tempat pelatihan untuk mengentaskan kaum terpinggirkan ini, berapa banyak dana disisihkan termasuk segala apa yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah untuk menghapuskan yang terlantar, yang gila berjalan-jalan di jalan raya.  Dengan atau tanpa KTP, tanpa bertanya : ini bukan penduduk kami, ini manusia liar, ini manusia yang tidak masuk kriteria. Ungkapan yang memisahkan antara amanat para pendiri negara ini dengan kebijakan yang terjadi.

Usaha masyarakat secara parsial, dukungan tentu ada, karena tidak semua anggota masyarakat beradab rela membiarkan kehidupan seperti keterlantaran ada di muka bumi.  Namun, seperti amanat undang-undang, implementasi lapangan di negeri kita masih jauh panggang dari api. Apa pemimpin bangsa ini akan tergugah?

Peran dan Penanggulangan Anak Terlantar oleh Ulama dan Pemuka Agama

Ulama dan pemuka agama atau yang mungkin lebih sering kita kenal dengan sebutan kyai atau ustad, adalah orang yang mengetahui keagamaan atau ilmu agama yang mendalam dan telah berhasil menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya ulama dianggap sebagai orang yang berderajat lebih tinggi atau ditinggikan atau orang yang dihormati. Pada dasarnya ulama sama dengan kita, sebagai masyarakat biasa. Namun, ulama sering dianggap lebih tinggi dan sering kali menjadi panutan dalam melakukan sebuah tindakan, terutama yang terpuji. Sebagian besar masyarakat percaya bahwa yang dilakukan ulama berarti sesuatu yang terpuji dan patut untuk ditiru. Lalu, apa yang dilakukan ulama dalam menganggapi kasus anak jalanan dan anak terlantar ini?

Pada dasarnya yang dilakukan mereka juga sama dengan apa yang kita lakukan. Hal ini bukanlah hal yang spesial dan sangat hebat mengingat pada dasarnya kita pun dapat melakukannya. Hal-hal tersebut antara lain :

  1. a. Memberikan sodaqoh

Posisi harta bagaikan boomerang. Tanpa kepiawaian menggunakannya, akan berakibat fatal bagi sang pemilik. Mungkin kita pernah mendengar bahwa Qarun ditenggelamkan bersama hartanya? Mungkin juga pernah mendengar Fir’aun menjadi sombong karena memiliki harta dan kekuasaan? Atau pernah menyaksikan sendiri tetangga kaya raya di kampung sibuk mengumpulkan harta sampai lupa kepada tetangganya yang miskin? Bahkan, pernah mendengar barangkali kalau ada orang kaya yang pergi ke Mekkah untuk berhaji sampai beberapa puluh kali, tapi melupakan tetangga miskin?

Bagi mereka harta adalah segalanya. Tidak sadar bahwa harta adalah pemberian Allah kepada hamba-Nya yang rajin berusaha. Akibatnya, mereka terlena dengan kekayaan duniawi dan tidak mampu bersyukur atas segala pemberian-Nya. Syukur adalah salah satu bentuk laku dan kata untuk meluapkan rasa terima kasih kepada sang pemberi kekayaan, Allah SWT. Dengan memberikan hak fakir miskin yang ada di dalam harta, sebetulnya kita sedang bersyukur.

Memberikan pertolongan kepada fakir miskin, dalam hal ini anak terlantar dan jalanan, tidak akan membuat kita menjadi miskin. Malahan akan berlipat ganda, sebab dirinya terus termotivasi mencari harta agar bisa ber-zakat, infaq atau shadaqah. Kalau kita analogikan, memberikan sebagian dari harta (zakat, infaq dan shadaqah) untuk orang miskin seperti kita akan memakan pisang. Kulitnya harus kita kupas lebih dulu. Kemudian setelah dikupas, maka kita sudah boleh memakannya. Kalaupun dimakan dengan kulit-kulitnya, kita lebih bodoh daripada monyet karena monyet juga kalau makan pisang, dibuang dahulu kulitnya.

Bersedekah adalah usaha membuang kulit di dalam harta kita. Kalau kita tidak bersedekah, sama dengan seseorang yang memakan buah pisang dengan kulit-kulitnya. Ini artinya, kita tidak boleh meniru Qarun yang rakus terhadap kekayaan sehingga tidak mau berbagi. Sebab, ketika kita tidak mau berbagi dengan orang lain, keserakahan itu akan menyebabkan berkurangnya amal, yang kelak akan mengantarkan kita memasuki neraka.

Rasulullah Saw bersabda, “Tiap muslim wajib bersedekah.”

Para sahabat kemudian bertanya, “Bagaimana kalau dia tidak memiliki sesuatu?”

Nabi Saw. menjawab, “Bekerjalah dengan keterampilan tangan untuk kemanfaatan dirinya lalu bersedekah.”

Mereka bertanya lagi, “Bagaimana kalau dia tidak mampu?”

Nabi Saw menjawab, “Menolong orang yang membutuhkan yang sedang teraniaya.”

Mereka kemudian bertanya kembali, “Bagaimana kalau dia tidak melakukannya?”

Nabi Saw menjawab, “Menyuruh berbuat ma’ruf.”

Tanpa pernah bosan mereka bertanya, “Bagaimana kalau dia tidak melakukannya?”

Nabi Saw menjawab, “Mencegah diri dari berbuat kejahatan, itulah sedekah.” (HR.Bukhari dan Muslim).

Dengan kondisi kemiskinan di Indonesia yang mengkhawatirkan, zakat, infaq, dan sedekah adalah salah satu usaha mencegah kejahatan. Coba saja kalau orang kaya raya di negeri kita tidak diwajibkan zakat, infaq dan sedekah. Boleh jadi, akan muncul kecemburuan di lingkungan masyarakat hingga mengakibatkan merebaknya kejahatan. Pencurian, perampokan, dan penjabretan adalah salah satu dampak dari keserakahan seseorang. Selain itu, akan muncul juga kebencian warga miskin terhadap orang kaya kalau Islam tidak mengajarkan manusia untuk zakat, infaq dan sedekah.

Jadi, kalau hidup di dunia memiliki kelebihan harta, sebaiknya bersyukur dengan ber-zakat, infaq dan sedekah. Insya Allah harta kita akan semakin berkah. Bertambah dan berlipat-lipat ganda kebaikannya. Dalam sebuah keterangan dijelaskan, tiap menjelang pagi hari dua malaikat turun ke bumi. Yang satu berdoa,

“Ya Allah, karuniakanlah bagi orang yang menginfakkan hartanya tambahan peninggalan.” Malaikat yang satu lagi berdoa, “Ya Allah, timpakan kemusnahan bagi harta yang ditahannya (dibakhilkannya).” (HR. Mutafaqun ‘Alaih).

Jelas sekali bahwa hadits ini mengajarkan untuk memberikan hak warga miskin dalam harta kita sebagai bentuk rasa syukur terhadap-Nya. Sedekah dilakukan agar kita tersadar bahwa harta, kekayaan, dan jabatan harus dipergunakan secara arif dan bijaksana. Syukur kita terhadap pemberian-Nya adalah dengan berbagi. Kalau saja kita bisa menangkap semangat dianjurkannya sedekah, niscaya akan menjadi kekuatan ekonomi bagi umat dan seluruh manusia.

Sedekah diwajibkan untuk melepaskan diri dari hal yang bersifat material; baik harta, kekayaan, kesehatan, ataupun jabatan. Sebab, ketika kita masih terperdaya dengan kekayaan dan jabatan, saripati agama dalam diri akan meredup sehingga kita berubah menjadi manusia angkuh, serakah dan sombong. Sedekah, merupakan kekuatan ekonomi yang mampu memberi kehidupan kepada seluruh umat manusia menjadi berkah.

Apalagi, sebagai bentuk syukur kita kepada-Nya, sedekah merupakan ladang kita beramal shaleh. Seandainya sedekah merupakan salah satu bentuk syukur kita terhadap nikmat-Nya, sudah pasti kita termasuk orang yang beriman. Makanya, dalam suatu keterangan disebutkan bahwa syukur adalah sebagian dari iman, kemudian sebagian lagi adalah ridha. Apalagi kalau ada semacam pembiasaan ber-sedekah. Boleh jadi bentuk syukur orang kaya (zakat, infaq dan sedekah) bisa menjadi kekuatan ekonomi yang dahsyat.

Sedekah memiliki banyak keutamaan dengan nilai yang besar dalam pandangan Allah Swt dan Rasul-Nya, yakni dapat menghindarkan seseorang dari neraka meskipun hanya sedikit yang bisa disedekahkannya, bukan kikir tapi karena memang ia tidak mampu bersedekah dalam jumlah yang banyak, bahkan seandainya ia tidak punya apaapa iapun bisa melakukannya dengan berbicara yang baik, sesuai hadis Rasul tadi. Kedua, memperoleh pahala yang besar, karena pahala suatu amal yang baik seringkali dilipatgandakan, bahkan bila sedekahnya dalam bentuk wakaf, maka pahalanya bisa terus mengalir meskipun pelakunya sudah wafat. Ketiga, dapat mendatangkan rizki sebagai balasan langsung dari Allah Swt atas sedekah yang dikeluarkannya, ini merupakan suatu keberkahan baginya.

  1. b. Menyantuninya dengan tidak mencemooh dan mendiskriminasikannya

Sebagian besar masyarakat mungkin beranggapan bahwa anak jalanan dan terlantar adalah sampah masyarakat yang mengganggu pemandangan. Memang ada kalanya kita merasa risih dan terganggu dengan adanya anak jalanan yang sering kita lihat sebagai pengemis atau pengamen, tetapi kita juga tidak mempunyai hak untuk membedakannya atau bahkan melakukan hal kasar padanya. Jika kita merasa terganggu, kita tidak perlu menghardik atau melakukan kekerasan padanya. Ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan ulama juga, yaitu memberikan pengarahan dan syiar islam agar kita dapat memperlakukan anak jalanan dan anak terlantar dengan baik. Dalam islam bahkan tidak pernah diajarkan untuk memperlakukan orang dengan perilaku yang kasar. Demikian pula kepada anak jalanan dan terlantar yang kita temui.

Firman Allah, “Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat[270], anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu [271] (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.” (QS. An-Nisa : 8)

Para ulama dan pemuka agama yang akrab disebut dengan panggilan ustad ini, melakukan perannya untuk mengatasi masalah ini dalam hal spiritual kita dan berusaha untuk menyentuh kalbu serta menyadarkan kita akan pentingnya berperilaku baik kepada semua orang, termasuk anak jalanan. Ulama dalam hal ini juga senantiasa memberikan contoh yang baik agar masyarakat juga dapat meniru apa yang dilakukannya.

  1. c. Memberikan zakat (fitrah ataupun mal)

Secara Bahasa (lughat), berarti : tumbuh; berkembang dan berkah (HR. At-Tirmidzi) atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan (QS. At-Taubah : 10). Seorang yang membayar zakat karena keimanannya nicaya akan memperoleh kebaikan yang banyak. Allah SWT berfirman :

“Pungutlah zakat dari sebagian kekayaan mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.”. (QS : At-Taubah : 103).

Sedangkan menurut terminologi syari’ah (istilah syara’), zakat berarti kewajiban atas harta atau kewajiban atas sejumlah harta tertentu untuk kelompok tertentu dalam waktu tertentu.

Ada beberapa jenis zakat, yaitu :

  1. Zakat Fitrah/Fidyah

Dari Ibnu Umar ra berkata :

“Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau gandum pada budak, orang merdeka, lelaki perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari ummat Islam dan memerintahkan untuk membayarnya sebelum mereka keluar untuk sholat (‘iid ). ( Mutafaq alaih ).

Besarnya zakat fitrah menurut ukuran sekarang adalah 2,176 kg. Sedangkan makanan yang wajib dikeluarkan yang disebut nash hadits yaitu tepung, terigu, kurma, gandum, zahib (anggur) dan aqith (semacam keju). Untuk daerah/negara yang makanan pokoknya selain 5 makanan di atas, mazhab Maliki dan Syafi’i membolehkan membayar zakat dengan makanan pokok yang lain.

Menurut mazhab hanafi pembayaran zakat fitrah dapat dilakukan dengan membayar- kan harganya dari makanan pokok yang di makan.

  1. Zakat Maal (harta)

Menurut terminologi bahasa (lughat), harta adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk memiliki, memanfaatkan dan menyimpannya.

Sedangkan menurut terminologi syari’ah (istilah syara’), harta adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki (dikuasai) dan dapat digunakan (dimanfaatkan) menurut ghalibnya (lazim). Sesuatu dapat disebut dengan maal (harta) apabila memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu:

  1. Dapat dimiliki, dikuasai, dihimpun, disimpan
  2. Dapat diambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya. Misalnya rumah, mobil, ternak, hasil pertanian, uang, emas, perak, dll.

Ada beberapa syarat harta yang wajib dikeluarkan sebagai zakat mal. Syarat-syarat harta yang wajib dizakati adalah sebagai berikut :

  • Milik Penuh
  • Berkembang
  • Cukup Nishab
  • Lebih dari kebutuhan pokok
  • Bebas dari hutang
  • Berlalu satu tahun (Al-Haul)

Adapun jenis-jenis harta yang wajib untuk dikeluarkan zakatnya sebagai zakat mal adalah sebagai berikut :

  • Binatang ternak
  • Emas dan perak
  • Hasil perniagaan
  • Hasil pertanian
  • Ma’din dan kekayaan laut
  • Rikaz
  1. Zakat Profesi/Pendapatan

Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi dimaksud mencakup profesi pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, wiraswasta, dll.

Firman Allah SWT:

“Wahai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu”. (QS Al Baqarah: 267)

Hadist Nabi SAW:

“Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan merusak harta itu”. (HR. AL Bazar dan Baehaqi)

Zakat profesi memang tidak dikenal dalam khasanah keilmuan Islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat dikategorikan ke dalam zakat harta (simpanan/kekayaan). Dengan demikian hasil profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat maka wajib baginya untuk menunaikan zakat.

  1. Zakat Uang Simpanan

Uang simpanan ( baik tabungan, deposito, dll ) dikenakan zakat dari jumlah terendah bila telah mencapai haul. Besarnya nisab senilai dengan 85 gr emas ( asumsi 1 gr emas Rp 75.000, nisab sebesar Rp 6.375.000 ). Kadarnya zakatnya sebesar 2,5 %.

  1. Zakat Emas/Perak

Seorang muslim yang mempunyai emas dan perak wajib mengeluarkan zakat bila sesuai dengan nisab dan haul. Adapun nisab emas sebesar 85 gr dan nisab perak 595 gram.

  1. Zakat Investasi

Zakat investasi adalah zakat yang dikenakan terhadap harta yang diperoleh dari hasil investasi. Diantara bentuk usaha yang masuk investasi adalah bangunan atau kantor yang disewakan, saham, rental mobil, rumah kontrakan, investasi pada ternak atau tambak, dll.

Dilihat dari karakteristik investasi, biasanya modal tidak bergerak dan tidak terpengaruh terhadap hasil produksi maka zakat investasi lebih dekat ke zakat pertanian. Pendapat ini diikuti oleh ulama modern seperti Yusuf Qordhowi, Muhammad Abu Zahrah, Abdul Wahab Khalaf, Abdurahman Hasan, dll.

Dengan demikian zakat investasi dikeluarkan pada saat menghasilkan sedangkan modal tidak dikenai zakat. Kadar zakat yang dikeluarkan sebesar 5 % atau 10 %. 5 % untuk penghasilan kotor dan 10 untuk penghasilan bersih.

  1. Zakat Hadiah dan Sejenisnya
    1. Jika hadiah tersebut terkait dengan gaji maka ketentuannya sama dengan zakat profesi/pendapatan. Dikeluarkan pada saat menerima dengan kadar zakat 2,5 persen.
    2. Jika komisi, terdiri dari 2 bentuk : pertama, jika komisi dari hasil prosentasi keuntungan perusahaan kepada pegawai, maka zakat yang dikeluarkan sebesar 10 % (sama dengan zakat tanaman), kedua, jika komisi dari hasil profesi seperti makelar, dll maka digolongkan dengan zakat profesi. Aturan pembayaran zakat mengikuti zakat profesi.
    3. Jika berupa hibah, terdiri dari dua kriteria, pertama, jika sumber hibah tidak di duga-duga sebelumnya, maka zakat yang dikeluarkan sebesar 20 %, kedua, jika sumber hibah sudah diduga dan diharap, hibah tersebut digabung kan dengan kekayaan yang ada dan zakat yang dikeluarkan sebesar 2,5 %.
    4. Zakat Perniagaan-Zakat Perdagangan

“Rasulullah SAW memerintahkan kami agar mengeluarkan zakat dari semua yang kami persiapkan untuk berdagang.” ( HR. Abu Dawud )

  1. Zakat Perusahaan

Zakat perusahaan hampir sama dengan zakat perdagangan dan investasi. Bedanya dalam zakat perusahaan bersifat kolektif. Dengan kriteria sebagai berikut :

  1. Jika perusahaan bergerak dalam bidang usaha perdagangan maka perusahaan tersebut mengeluarkan harta sesuai dengan aturan zakat perdagangan. Kadar zakat yang dikeluarkan sebesar 2,5 %
  2. Jika perusahaan tersebut bergerak dalam bidang produksi maka zakat yang dikeluarkan sesuai dengan aturan zakat investasi atau pertanian. Dengan demikian zakat perusahaan dikeluarkan pada saat menghasilkan sedangkan modal tidak dikenai zakat. Kadar zakat yang dikeluarkan sebesar 5 % atau 10 %. 5 % untuk penghasilan kotor dan 10 % untuk pengahasilan bersih.

Catatan :Bila dalam perusahaan tersebut ada penyer taan modal dari pegawai non muslim maka penghitungan zakat setelah dikurangi ke- pemilikan modal atau keuntungan dari pegawai non muslim

Untuk dapat lebih mengerti mengenai zakat, di bawah ini berikut adalah syarat-syarat wajib zakat :

  1. Muslim
  2. Aqil
  3. Baligh
  4. Milik Sempurna
  5. Cukup Nisab
  6. Cukup Haul

Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia.

Hikamah zakat adalah :

  1. Menghindari kesenjangan sosial antara aghniya dan dhu’afa.
  2. Pilar amal jama’i antara aghniya dengan para mujahid dan da’i yang berjuang dan berda’wah dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT.
  3. Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk
  4. Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat.
  5. Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah SWT berikan
  6. Untuk pengembangan potensi ummat
  7. Dukungan moral kepada orang yang baru masuk Islam
  8. Menambah pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi ummat.

Selain itu juga, zakat merupakan ibadah yang memiliki nilai dimensi ganda, trasendental dan horizontal. Oleh sebab itu zakat memiliki banyak arti dalam kehidupan ummat manusia, terutama Islam. Zakat memiliki banyak hikmah, baik yang berkaitan dengan Allah SWT maupun hubungan sosial kemasyarakatan di antara manusia, antara lain.

  1. Menolong, membantu, membina dan membangun kaum dhuafa yang lemah papa dengan materi sekedar untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Dengan kondisi tersebut mereka akan mampu melaksanakan kewajibannya terhadap Allah SWT
  2. Memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan dengki dari diri orang-orang di sekitarnya berkehidupan cukup, apalagi mewah. Sedang ia sendiri tak memiliki apa-apa dan tidak ada uluran tangan dari mereka (orang kaya) kepadanya.
  3. Menjadi unsur penting dalam mewujudakan keseimbanagn dalam distribusi harta (sosial distribution), dan keseimbangan tanggungjawab individu dalam masyarakat
  4. Dapat menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang berdiri atas prinsip-prinsip: Ummatn Wahidan (umat yang satu), Musawah (persamaan derajat, dan dan kewajiban), Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) dan Takaful Ijti’ma (tanggung jawab bersama)
  5. Dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, emurnikan jiwa (menumbuhkan akhlaq mulia menjadi murah hati, peka terhadap rasa kemanusiaan) dan mengikis sifat bakhil (kikir) serta serakah. Dengan begitu akhirnya suasana ketenangan bathin karena terbebas dari tuntutan Allah SWT dan kewajiban kemasyarakatan, akan selalu melingkupi hati.
  6. Zakat adalah ibadah maaliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi atau pemerataan karunia Allah SWT dan juga merupakan perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusian dan keadilan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persatuan ummat dan bangsa, sebagai pengikat bathin antara golongan kaya dengan yang miskin dan sebagai penimbun jurang yang menjadi pemisah antara golongan yang kuat dengan yang lemah
  7. Mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera dimana hubungan seseorang dengan yang lainnya menjadi rukun, damai dan harmonis yang akhirnya dapat menciptakan situasi yang tentram, aman lahir bathin. Dalam masyarakat seperti itu takkan ada lagi kekhawatiran akan hidupnya kembali bahaya komunisme 9atheis) dan paham atau ajaran yang sesat dan menyesatkan. Sebab dengan dimensi dan fungsi ganda zakat, persoalan yang dihadapi kapitalisme dan sosialisme dengan sendirinya sudah terjawab. Akhirnya sesuai dengan janji Allah SWT, akan terciptalah sebuah masyarakat yang baldatun thoyibun wa Rabbun Ghafur.
  1. d. Membangun panti asuhan gratis

Banyak dari para pemuka agama yang membangun beberapa panti asuhan sosial yang mau menampung anak-anak terlantar untuk tinggal. Sebagian dari anak terlantar tersebut, tak jarang sudah tidak mempunyai orangtua atau keluarga yang mampu merawatnya. Berdasarkan pemikiran itulah, sebagian besar pemuka agama kemudian berbondong-bondong berbuat baik untuk merawat dan memberikan fasilitas bagi mereka, khususnya yang tidak mempunyai keluarga, untuk tinggal secara cuma-cuma di panti asuhan mereka. Dengan merawat fakir miskin, terutama anak yatim, mereka secara langsung telah beribadah kepada Allah dan mendapatkan keutamaan dalam memelihara anak yatim.

Hal ini sesuai dengan firman Allah, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,” (QS. An-Nisa : 36)

Allah juga berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 215, “Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.” Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.”

  1. e. Membangun sekolah gratis

Dalam membangun sekolah gratis, para pemuka agama atau ulama berpendapat bahwa ilmu sangatlah penting untuk semua orang, termasuk anak jalanan dan anak terlantar. Bahkan dalam UUD 1945 juga terdapat pasal yang mengemukakan bahwa pendidikan dan pengajaran adalah hak dari setiap warga negara. Tak hanya pada UUD 1945, tetapi di Al-Qur’an juga tertulis jelas bahwa ilmu sangatlah penting. Bahkan Allah akan meninggikan derajat hamba-Nya yang mempunyai ilmu yang banyak (juga harus mau membaginya dengan orang lain).

Allah berfirman, “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujaadillah : 11)

“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (QS. Al-Ankabut : 43)

Dengan adanya sekolah gratis untuk anak-anak jalanan, akan membuat mereka menjadi memiliki ilmu lebih sehingga diharapkan mereka akan mengembangkan ilmu yang mereka miliki menjadi sesuatu yang berguna, misalnya mengahasilkan uang, sebagai keahlian untuk mencari pekerjaan, mendapat beasiswa, dan sebagainya.

Pada dasarnya, usia mereka tersebut merupakan usia anak sekolah, yaitu untuk menuntut ilmu. Namun, Karena kekurangberuntungan mereka, mereka terpaksa meninggalkan bangku sekolahnya terkait biaya yang terasa mencekik. Dengan adanya sekolah gratis, mereka akan tertarik untuk belajar dan tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk menuntut ilmu.

Banyak sekali contoh ulama yang mendirikan sekolah atau sarana pendidikan non formal untuk memajukan pendidikan di kalangan anak jalanan yang kurang beruntung. Hal ini karena selain pendidikan merupakan hal yang penting, mereka juga adalah para penerus generasi bangsa yang seharusnya memiliki ilmu yang cukup untuk kemudian dapat mengembangkan negara kita.

  1. f. Mendirikan taman bacaan untuk mereka menambah pengetahuan

Hampir sama dengan mendirikan sekolah gratis, taman bacaan semacam ini juga dapat membantu mereka untuk lebih “mengenal” buku untuk melihat dan menjelajahi dunia. Pelajaran yang penting untuk mereka tidak hanya sekedar teori yang diberikan di sekolah lewat pelajaran formal, tetapi juga pengalaman. Pengalaman itu dapat didapatkan dari membaca buku. Dengan membaca buku, mereka dapat melihat dunia luar yang mungkin belum pernah mereka jamah. Dengan buku, mereka juga dapat membaca pengalaman orang lain yang tentunya juga akan menjadi pengalamannya karena ia pasti akan turut di dalamnya.

Dengan membaca buku, mereka akan semakin bertambah luas wawasannya dan mempunyai pandangan ke depan yang hebat. Buku dapat memberikan sesuatu yang tidak dapat diberikan oleh guru di sekolah. Makin banyak membaca, pengetahuan yang kita peroleh juga akan makin banyak dan beragam.

Dengan adanya taman bacaan dan anak jalanan serta anak terlantar dapat mengunjungi dan menikmati bacaannya, diharapkan akan dapat pula membaginya dengan orang lain, sesuai hadist Rasul, “Sampaikan walau hanya satu ayat”. Hal ini berarti sekecil apa pun ilmu kita, kita harus menyalurkannya kepada orang lain. Sama halnya juga dengan anak jalanan dan anak terlantar, diharapkan mereka akan menyampaikannya kepada temannya lain yang membutuhkan.

  1. g. Menyediakan lapangan pekerjaan berupa pengembangan keterampilan

Sering ditemui beberapa pemuka agama yang menyediakan sarana untuk mengembangkan keterampilan anak jalanan. Misalnya mereka diajarkan cara me-recycle barang-barang bekas menjadi barang yang dapat digunakan lagi. atau mereka diajarkan keterampilan lain yang dapat mempunyai nilai jual yang tinggi. Dengan adanya pelatihan semacam itu, mereka akan dapat belajar bagaimana cara mendapatkan uang (secara halal dan memuaskan) yang dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Selain dapat mendapatkan uang untuk tambahan pemenuhan kebutuhan, mereka juga akan mendapatkan kepuasan tersendiri karena telah berhasil melakukan sesuatu. Seorang anak cenderung akan gembira ketika dia berhasil menghasilkan atau melakukan sesuatu yang belum pernah ia buat atau lakukan. Hal ini dapat memperbaiki tingkat psikologisnya yang biasanya tertekan oleh pikiran untuk mendapatkan uang, dsb. Dengan adanya hal ini juga tentunya akan meningkatkan produktivitas negara dan mengurangi tingkat pengangguran, serta memperluas lapangan pekerjaan.

  1. h. Mengasuhnya atau menjadi orang tua asuh bagi mereka

Ada juga beberapa ulama yang tanpa pikir panjang memutuskan untuk mengangkat beberapa anak jalanan menjadi anak angkatnya. Mereka membawanya ke rumah dan memperlakukannya seperti anak mereka sendiri. Hal ini tentulah sangat positif.

Dengan mengasuhnya, anak jalanan akan mendapatkan kesempatan untuk mengecap kasih saying dan kebahagiaan dari tinggal di sebuah rumah dengan keluarga yang menyayanginya. Hal ini juga tentunya akan membuat psikologisnya menjadi semakin baik.

  1. i. Memberikan ceramah dan pengertian kepada masyarakat agar lebih peduli dan perhatian dengan keadaan anak jalanan

Tugas utama dari pemuka agama atau ulama adalah memberikan ceramah atau seruan kepada masyarakat mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Para ulama dapat memberikan semacam penyiaran agama dalam hal ini tentang bagaimana memperlakukan anak jalanan kepada masyarakat. Syiar agama ini dapat dilakukan dari yang paling sederhana, yaitu di masjid-masjid saat khutbah jumat atau saat kultum. Atau syiar ini juga dapat dilakukan di radio, majalah, televisi, buku, bulletin, bahkan mungkin di internet.

Para ulama dapat memberikan ajakan juga untuk menyantuni mereka, anak jalanan dan anak terlantar, kepada masyarakat. Dengan melakukan hal ini, tentunya diharapkan keberadaan anak jalanan tidak lagi menjadi keresahan masyarakat. Paling tidak setidaknya anak jalanan tidak lagi dianggap sebagai “limbah” kota yang perlu disingkirkan. Mungkin kita dapat memperhalus kata ini menjadi “dibersihkan”. Dalam arti yang tadinya mungkin tampak kotor, tampak menjijikkan, dan selalu terkesan yang terburuk, dapat diubah dengan lebih baik, dengan diperlakukan lebih baik, dan tidak lagi dianggap orang yang asing.

Selain itu, ulama juga dapat mengajak masyarakat untuk turut membantu keberadaan anak jalanan dan anak terlantar ini. Misalnya dengan membuka “dompet amal untuk anak jalanan dan anak terlantar” atau mengadakan semacam acara yang bersifat sosial yang dapat memberikan manfaat tak hanya untuk anak jalanan dan anak terlantar itu sendiri, tetapi juga untuk masyarakat dan seseorang yang menggelar acara tersebut.

Dengan mengadakan “dompet amal untuk anak jalanan dan anak terlantar” ini, diharapkan masyarakat menjadi lebih peduli dengan keberadaan anak jalanan dan anak terlantar. Diharapkan mereka, masyarakat, akhirnya sadar bahwa sebenarnya kita semua bersaudara tanpa ada perbedaan. Yang membedakan kita adalah amal dan ibadahnya. Dengan meyakini bahwa sesungguhnya kita tidak mempunyai perbedaan, kemudian anak jalanan dan anak terlantar pun tidak akan lagi dianggap asing oleh masyarakat.

Acara yang bersifat sosial juga dapat dilakukan untuk membantu mereka. Misalnya acara kreasi seni oleh anak jalanan dan anak terlantar. Hal ini akan menciptakan suatu momen yang bersejarah untuk mereka, khususnya yang belum pernah diperhatikan oleh sejumlah banyak orang. Tak hanya itu, ini juga dapat menumbuhkan jiwa seni mereka, atau mengasah bakat mereka yang awalnya tidak tersalurkan.

Atau dapat juga membuat acara semacam lomba-lomba untuk anak jalanan dan anak terlantar untuk menyenangkan hati mereka. Dengan adanya lomba semacam ini, akan memacu mereka untuk melakukan suatu prestasi yang pada hakikatnya tidak hanya dapat dilakukan di sekolah. Dengan hadiah yang menarik perhatian mereka, maka mereka akan antusias mengikuti lomba semacam ini. Kemudian, pemenang dari lomba ini nantinya dapat diberikan pelatihan lebih untuk dapat menyalurkan bakat mereka yang terhambat tidak dapat tersalurkan lantaran posisi mereka. Dengan adanya pelatihan itu tadi, maka akan semakin memperbanyak jumlah anak berprestasi bangsa yang nantinya dapat digunakan sebagai generasi penerus yang berbakat.

Kembali ke masalah awal lagi, yaitu tugas ulama untuk menyampaikan sesuatu kepada masyarakat, khususnya yang berguna. Dalam hal ini, ulama juga dapat menyampaikan apa-apa saja yang termasuk perbuatan tercela dalam memperlakukan anak jalanan dan anak terlantar. Perbuatan tercela ini, tentunya akan dibalas juga dengan hal yang buruk atau siksa yang pedih di akhirat kelak. Hal buruk dalam memperlakukan anak jalanan dan terlantar misalnya menghardik mereka, mempermalukan mereka di depan umum, melakukan kekerasan pada mereka, menghina mereka, merendahkan mereka, atau bahkan merampas hak mereka.

Dalam hal ini, ulama selain berperan sebagai agen pendorong, dalam hal ini mendorong berbuat baik dan melakukan amal saleh, ulama juga sebagai agen pencegah, yang mencegah kita sebagai masyarakat melakukan hal-hal tercela yang melanggar agama. Pada dasarnya secara tidak langsung, ulama lah yang membentuk karakter suatu masyarakat. Dapat dikatakan pula, semakin sedikit jumlah ulama dan pemuka agama, maka semakin rusaklah keadaan suatu kaum atau masyarakat di dalamnya. Ulama dalam hal ini memegang peranan penting sebagai pembentuk karakter suatu kaum. Mungkin inilah salah satu alasan mengapa ulama dianggap mempunyai tingkat yang lebih tinggi walaupun pada dasarnya kita semua sama di mata Allah.

  1. j. Memotivasi anak jalanan dan anak terlantar agar menjadi orang yang bermanfaat sehingga tidak lagi diremehkan orang lain.

Sebagian besar masyarakat berpandangan bahwa anak jalanan dan anak terlantar pada dasarnya bukan merupakan orang yang tidak mampu atau orang yang miskin, tetapi adalah orang yang malas. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa sebenarnya mereka mampu bekerja, tetapi mereka malas melakukannya dan lebih memilih untuk meminta-minta atau mengharap belas kasihan orang lain. Pandangan ini yang salah satunya membuat anak jalanan dan anak terlantar diasingkan dari masyarakat. Masyarakat merasa risih dan kecewa lantaran mereka berpikir bahwa mereka mendapatkan uang dengan susah payah melalui pekerjaan mereka, tetapi setelah itu di sisi lain ada orang yang mendapatkan uang dengan cara yang cukup mudah, meminta. Hal ini yang membuat sebagaian besar masyarakat memperlakukan pengemis atau peminta-minta, khususnya anak-anak, secara tidak baik atau pun mungkin secara kasar.

Peran ulama di sini adalah memberikan motivasi kepada anak terlantar dan anak jalanan, untuk tidak sekedar meminta-minta. Mereka harus tahu bahwa memberi justru lebih baik daripada meminta. Sama halnya juga, bekerja lebih baik daripada bermalas-malasan. Bahkan menurut ayat Allah,

“Katakanlah: “Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja (pula), maka kelak kamu akan mengetahui,”” (QS. Az-Zumar : 39).

Ayat tersebut menunjukkan bahwa kita harus bekerja sesuai kemampuan kita. Kita tidak boleh bermalas-malasan dan tidak melakukan apa pun. Allah pun tidak memaksa kita bekerja sebagai sesuatu yang memberatkan kita, tetapi bekerja sesuai keadaan kita  atau sesuai kemampuan kita. Hal ini berarti, pada dasarnya semua orang dapat bekerja untuk mendapatkan uang asalkan tidak bermalas-malasan.

Itulah peran dan upaya ulama dalam menghadapi masalah anak jalanan dan anak terlantar yang semakin bertambah di Indonesia. Pada dasarnya yang memegang peran untuk merawat anak jalanan dan anak terlantar adalah orangtua mereka atau keluarga mereka. Oleh karena itu keluarga merupakan factor yang penting untuk membentuk karakter seorang anak. Peran ulama yang dilakukan untuk menghadapi masalah ini yaitu memberikan sadaqoh, menyantuninya dengan tidak mencemooh serta mendiskriminasikannya, memberikan zakat, membangun panti asuhan gratis, membangun sekolah gratis, mendirikan taman bacaan untuk mereka menambah pengetahuan, menyediakan lapangan pekerjaan berupa pengembangan keterampilan, mengasuhnya atau menjadi orang tua asuh bagi mereka, memberikan ceramah dan pengertian kepada masyarakat agar lebih peduli dan perhatian dengan keadaan anak jalanan, serta dapat juga dengan melakukan motivasi kepada anak jalanan dan anak terlantar agar menjadi orang yang bermanfaat sehingga tidak lagi diremehkan orang lain. Dengan adanya hal ini, diharapkan jumlah anak jalanan dan anak terlantar di Indonesia dapat menurun.

Daftar Pustaka

  1. Irsyadurahiim, Junaidi, Yaumi Kusuma Dewi, Purwanto Abd Al-Ghaffar. “MATERI TARBIYAH - Panduan Kurikulum Da'i dan Murabbi”. iLiy Press.
  2. Saptawati, Ria. www.w3.org/1999/xhtml. “Penanggulangan Anak Terlantar juga Dilakukan oleh Masyarakat”. 4 Januari 2010 pukul 07:50. Diakses tanggal 14 April 2010.
  3. Puspiptek. www.w3.org/TR/xhtml1/DTD/xhtml1-strict.dtd. “Seminar Nasional “Upaya Penanggulangan Anak Terlantar, Gelandangan dan Pengemis””. 15 Januari 2010 pukul 10:09. Diakses tanggal 14 April 2010.
  4. Abdillah, Sukron. www.kabarindonesia.com. “Sedekah adalah Menyucikan Harta”. 7 November 2008 pukul 22:50:49 WIB. Diakses tanggal 14 April 2010.
  5. Agorsiloku. www.agorsiloku.wordpress.com. “Anak Terlantar dan Gelandangan Tidak Memenuhi Syarat Miskin, Kok!”. 29 September 2009. Diakses tanggal 14 April 2010.
  6. PKPU. www.pkpu.or.id. “Pengertian Zakat Dan Perbedaannya Dengan Infaq dan Shadaqah”. Diakses tanggal 14 April 2010.
  7. PKPU. www.pkpu.or.id. “Jenis Zakat”. Diakses tanggal 14 April 2010.

Author: estEtika

A secret makes a woman woman

Leave a comment